Alat musik tradisiolan Gambus adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu. Gambus sekilas menyerupai dengan gitar, namun memiliki bentuk yang mirip dengan buah labu dibagi dua. Alat musik Gambus merupakan salah satu alat musik petik yang berdawai.
Alat musik ini memiliki fungsi sebagai pengiring tarian zapin yang Berasal dari Timur Tengah, Versi melayu menggunakan string 9-12 kawat yang dipetik. Secara umum ada dua jenis gambus yang digunakan, Gambus Hadramaut dan Gambus Hijaz.
Alat music ini juga pengiring nyanyian pada waktu diselenggarakan pesta pernikahan atau acara syukuran. Alat musik ini identik dengan nyanyian yang bernafaskan Islam.
Dalam mengiringi penyanyi, alat musik ini juga diiringi dengan alat musik lain, seperti marwas untuk memperindah irama nyanyian. Bentuknya yang unik seperti bentuk buah labu siam atau labu air, menjadikannya mudah dikenal.
Asal Usul
Selain di Riua, Alat musk Gambus juga dapat ditemui dibeberapa daerah lainnya, diantaranya seperti Deli Sumatra Utara, Jambi, Kalimantan, Sulawesi, Lombok, Malaysia, Singapura, dan Brunei.
Alat musik Gambus dipercaya oleh sebagian masyarakat di Riau sebagai hasil modifikasi atau peniruan alat musik Al’ud yang berasal dari Arab, namun ada juga yang beranggapan bahwa Gambus adalah alat musik asli dari daerah Riau.
Anggapan sebagian masyarakat dan para seniman tradisi yang mengatakan bahwa Gambus Melayu adalah alat musik asli dari daerah Riau, hal ini didasari dari masih adanya dongeng dongeng di tengah masyarakat Melayu Riau yang menceritakan tentang awal mula adanya alat musik Gambus Melayu Riau.
Salah satu dongengnya adalah seperti di bawah ini:
“Tersebutlah kisah pada zaman dahulu, ada seorang pemuda yang sedang jatuh hati kepada seorang wanita, namun sang pemuda tidak berani untuk mendekati sang wanita, dikarenakan status sosial mereka yang jauh berbeda, sang pemudapun hanya bisa melihat dan mengagumi sang wanita dari kejauhan saja.
Pada suatu ketika, sang pemuda tidak sengaja melihat wanita idamannya sedang duduk di balai depan rumah panggungnya dengan kaki tergerai kebawah, sang pemuda mencoba untuk melihat lebih dekat, namun yang terlihat hanyalah sebatas kaki dan betisnya saja.
Betis dan kaki sang wanita tersebut terus terbayang oleh sang pemuda, hingga akhirnya terpikir oleh sang pemuda untuk membuat bentuk yang menyerupai kaki sang wanita tersebut dari sebatang kayu agar bisa dipeluk dan dibelainya.
Setelah jadi bentuk kaki itu dipeluk dan dibelainya sambil menyanyikan lagu-lagu asmara. Lama kelamaan timbullah inspirasi pemuda tadi agar kayu yang menyerupai bentuk kaki tersebut bisa menghasilkan bunyi, kemudian direntangkannyalah beberapa dawai dari bagian yang berbentuk kaki sampai kebagian yang berbentuk betis.
Dengan cara memetik dawai-dawai itu dihasilkanlah nada-nada yang dapat mengiringi lagu-lagu yang dinyanyikannya. Dari sinilah awal mula adanya alat musik Gambus Melayu Riau”.
----------------------------------------------------------------------------------------
Alat musik gambus ini pada awalnya dikenal oleh masyarakat Melayu yang berdiam di wilayah pesisir pantai, bersama dengan masuknya para pedagang dari daerah Timur Tengah. Masa perdagangan ini dimulai sekitar abad ke 7 hingga abad 15-an.
Selain berdagang, mereka biasanya berdakwah, memperkenalkan ajaran Islam kepada masyarakat setempat.
Di samping berdagang dan berdakwah, para pedagang ini juga membawa peralatan musik, diantaranya Gambus.
Masuknya para pedagang dari Timur Tengah khususnya ke daerah Riau, telah meninggalkan pengaruhnya dalam bidang budaya dan kesenian.
Kesenian yang berkembang dimasyarakat Melayu Riau diantaranya adalah kesenian gambus dan tari zapin.
Kesenian gambus ini pada mulanya banyak berkembang di Pulau Bengkalis, Pulau Penyengat, dan Siak Sri Indrapura.
Pada mulanya Gambus di dalam masyarakat Melayu Riau hanya dimainkan secara tunggal dalam mengiringi lagu-lagu yang dinyanyikan sendiri oleh si pemain Gambus sebagai hiburan di dalam rumah dengan sya’ir-sya’ir yang bernafaskan Islam, tanpa diiringi oleh alat musik lainnya.
Alat musik Gambus tidak hanya dimainkan di atas rumah saja, tetapi juga dimainkan oleh para nelayan di atas perahu sambil memancing, atau sebagai hiburan dikala sedang menyusuri sungai dengan sya’ir-sya’ir yang bercerita tentang asmara atau kehidupan keseharian.
Dalam konteks sajian sebagai hiburan pribadi, penyajian Gambus Melayu lebih banyak bermain secara spontanitas, tanpa dipersiapkan atau dirancang terlebih dahulu, dan tentu saja sangat tergantung kepada kondisi, situasi, dan perasaan yang tercipta dari si pemain Gambus.
Penyajian Gambus di atas rumah, selain berfungsi sebagai sarana hiburan secara individu atau keluarga, juga berfungsi sebagai sarana pendekatan diri kepada Yang Mahakuasa.
Dalam perkembangannya saat ini, fungsi alat musik Gambus lebih sering dimainkan untuk mengiringi tari-tari Zapin.
Dalam mengiringi tari zapin, pada awalnya alat musik gambus biasanya disertai dengan beberapa alat musik marwas/marawis.
Namun dalam perkembangannya saat ini, baik tari zapin maupun alat musik pengiringnya sudah banyak mengalami perubahan.
Tempo (rentak) tari zapin dan musiknya juga sudah mengalamiperkembangan dengan perubahan dari tempo sedang ke tempo cepat, dimulai sejak lebih-kurang tahun 1994.
Menurut Said Parman dalam artikelnya “Zapin Riau: Tinjauan Koreografi dan Ensembel Perkusi”, konsep musik zapin pada tari zapin sangat ketat, sebab dari segi alatnya memiliki kepastian, jumlah pemain marwas tidak boleh kurang dari empat orang, pukulannya sudah tertentu pula, sementara gambus tidak boleh ditukar dengan sembarang alat musik melodi yang lain.
Pergeseran nilai spiritual dan kebersamaan dalam masyarakat Melayu di Riau yang terjadi pada waktu ke waktu menyebabkan perubahan pandangan masyarakat terhadap kesenian Gambus dan Zapin.
Musik Gambus beralih fungsi menjadi pengiring Zapin di pentas, dan lebih berkembang dari sebelumnya. Perubahan fungsi telah menggeser lagu yang bernuansa Islami menjadi lagu-lagu yang lebih sekuler.
Meskipun saat ini perkembangan tari zapin beserta alat-alat musik pengiringnya sudah banyak mengalami penambahan, namun untuk tari zapin tradisi yang hingga saat ini masih hidup dalam masyarakat Melayu Riau, tetap pada aturan awalnya.
Tari zapin tradisi ini biasanya ditampilkan pada acara-acara seperti khitanan, khatam al-qur’an, cukur rambut, dan pada acara malam berinai calon pengantin wanita.
Sedangkan untuk tari zapin kreasi biasanya dipertunjukkan pada acara-acara yang sifatnya tidak disakralkan, seperti pada acara menerima tamu atau wisatawan, pada acara resepsi pernikahan sebagai hiburan bagi pengantin baru, dan acara-acara perayaan lainnya.
1. Bentuk Gambus Riau
Ada beberapa jenis gambus yang dapat diperoleh di mana saja, terutama di kawasan tanah Melayu. Jenis-jenis tersebut, seperti gambus yang hanya mempunyai tiga senar dan ada juga gambus yang mempunyai 12 senar.
Jumlah senar biasanya terpulang pada yang memainkannya. Selain dimainkan secara solo, alat musik ini dapat juga dimainkan secara berkelompok. Alat musik gambus dapat dimainkan di dalam perkumpulan musik-musik tradisional atau modern.
Bila dikolaborasi antara alat-alat musik tradisional dengan modern akan menghasilkan irama yang merdu serta mempunyai keunikan tersendiri. Secara organologis, Gambus Melayu Riau berbeda dengan Al’ud dari Arab.
Gambus Melayu Riau hanya menggunakan 7 dawai/senar, ukurannya lebih kecil, ramping dan memiliki bentuk yang sedikit membulat, sedangkan Al’ud menggunakan 11 dawai/senar, bentuk badannya lebar dan lebih pendek dari Gambus melayu.
Secara keseluruhan bentuk, bentuk Gambus Melayu Riau memiliki keunikan tersendiri. Selain alat musik Gambus Melayu, di Riau, terutama daerah Riau daratan, dijumpai pula berbagai alat musik tradisional lainnya seperti Gendang Buluh/bambu, Gendang Bebano, Marawis/marwas, Gendang Panjang, Rebab, Rebana dan masih banyak lagi alat musik lainnya.
>
Ciri utama gambus melayu adalah keseluruhan body utama gambus merupakan satu bagian yang dibentuk dengan proses pahatan, yang terdiri dari kepala gambus, telinga untuk stelan tali gambus, leher gambus, perut gambus dan bagian ekor gambus.
Sebagian perut gambus yang dipahat biasanya ditutup dengan lembaran papan tipis yang umumnya menggunakan kayu keladang.
Beberapa gambus jaman dahulu menyertakan tulisan ayat-ayat alquran di bagian kulitnya. Jenis lainnya hanya polos atau diwarnai sama dengan badan gambus.
Gambus melayu umumnya memiliki tujuh “telinga gambus” yang dipasakkan pada kepala gambus. Bentuk kepala dan desain perut gambus melayu juga berbeda-beda di tiap daerah, mengikuti budaya setempat.
Kepala gambus di Indonesia berbeda dengan Malaysia dan Brunai yang umumnya lebih sederhana. Di Indonesia, kepala gambus biasanya menggambarkan simbol-simbol seperti burung, bunga atau kepala hewan, yang mewakili motologi penting masing-masing daerah.
Gambus Indonesia biasanya memiliki leher yang lebih kecil dan panjang, sedangkan gambus semenanjung Malaysia relative lebih pendek.Semua gambus melayu memiliki bagian ekor untuk pegangan tali senar.
Gambus melayu Malaysia umumnya memiliki satu buah lobang bunyi kecil dibagian papan suara depannya, juga ada lubang suara di bagian belakang gambus yang biasanya ditempatkan sedikit di bagian bawah perut gambus.
Ukuran panjang keseluruhan gambus umumnya sekitar 1 meter (lebih-kurang), dengan ketebalan 10-15 cm dan lebar 20-25 cm. Bagian depan leher rata dengan bagain bawah perut yang ditutupi oleh kulit kambing sekitar 30 cm.
Gambus melayu umumnya terbuat dari kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus ), cempedak( Artocarpus integer ) dan Cengal ( Neobalanocarpus heimii ). Jenis kayu ini banyak dan mudah ditemukan di Sumatera, Semenanjung Malaysia dan Kalimantan.
Dipilih sebagai bahan gambus karena tekstrur kayu yang lebih lunak dan mudah dipahat, selain itu juga karena jenis-jenis kayu tersebut cukup kuat, ringan dan tidak berubah bentuk atau retak ketika kering.
Secara bentuk keseluruhan, bentuk fisik gambus melayu berbeda dengan al’ud dari arab. Gambus melayu pada umumnya hanya memiliki 7 senar, 3 dawai ganda (double course) dan 1 dawai tunggal (single course), bentuk badannya agak ramping, dan panjang keseluruhan ±100 cm,
sedangkan alat musik al’ud memiliki 9 atau 11 senar, 4 atau 5 merupakan dawai ganda, dan 1 dawai tunggal, bentuk badannya lebar dan lebih pendek dari gambus, panjang keseluruhannya ±75cm.
Kedua jenis alat musik dawai ini telah menjadi bagian dari kebudayaan masyarakat Melayu di Nusantara, seperti (Melayu Sumatera Timur, Riau, Jambi, Kalimantan, Sulawesi, hingga Flores danLombok) memiliki banyak kesamaan dengan yang terdapat di Timur Tengah dan Asia Tengah.
Kesamaan gambus tidak semata dari bentuk fisik tetapi juga dari cara memainkan serta dari alat musik tersebut.
Meskipun secara bentuk fisik gambus di Nusantara memiliki kesamaan, namun tetap terdapat perbedaan.
Perbedaan tersebut dapat dilihat dari ukuran, bentuk kepala,ukiran atau hiasan yang ada pada gambus. setelan nada gambus tiap-tiap daerah juga berbeda. Setelan nada gambus biasanya terdiri atas 4 nada.
Di Malaysia dan sebagian besar Indonesia, setelan nada gambus adalah ADGC, sementara di Kepulauan Riau setelannya GDGC. Ada pula stelan lainnya adalah dengan urutan nada G, A dan B- lalu diikuti DAE.
Dengan adanya perbedaan-perbedaan inilah kita bisa mengidentifikasi dari daerah mana alat musik tersebut berasal. Bentuk gambus Melayu di wilayah Riau-pun sangat beraneka ragam, baik dari ukurannya maupun dari bentuk kepala dan ukirannya.
Salah satu gambus Melayu yang sudah dikenal dikalangan para seniman maupun institusi adalah gambus melayu Riau yang dibuat oleh Tengku Ramadhan.
2. Proses pembuatan
Cara pembuatan gambus tidak jauh berbeda dengan pembuatan kompang. Perbedaan itu terletak dari segi bentuknya saja.
Gambus mempunyai ujung tempat menyetel senar, sementara kompang hanya dibuat bulat, lalu ditutupi dengan kulit sebagai membrannya.
Gambus dibuat dari batang pohon dari jenis yang ringan seperti angsana (pterocarpus indicus ) atau nibung (oncosperma tigillaria ) yang dipilih. Pohon yang sudah ditebang, kemudian dipotong menurut ukuran yang telah tentukan.
Selanjutnya pohon itu dilubangi di bagian tengahnya sehingga terbentuk seperti lubang yang dalam. Bagian ini dikenal sebagai bakal .
Bakal diperhalus dengan menggunakan kertas pasir (amplas), sehingga terlihat bersih dan halus.
Setelah itu, bakal tersebut diolesi dengan minyak kelapa agar mengkilat. Setelah diolesi,
bakal kemudian dijemur. Proses ini dilakukan berulang-ulang sehingga benar-benar kering dan mengkilat seperti yang diinginkan oleh pembuat gambus.
Bagian yang berlubang ditutupi dengan kulit binatang. Kulit yang digunakan adalah kulit biawak ( varannus rudicollis ), ular atau kulit ikan pari.
Sebelum kulit binatang dilekatkan, kulit tersebut terlebih dahulu direndam untuk beberapa hari.
Tujuannya untuk melunakkan dan memudahkan ketika dipaku. Kulit yang sudah direndam dipaku pada bakal menggunakan paku laduh (My).
Langkah seterusnya ialah memasang penyiput
(My). Penyiput adalah tanduk yang ditancapkan di bagian pangkal-atas gambus.
Pada sebuah gambus, terdapat empat buah
penyiput yang berfungsi untuk menyamakan dan menegangkan senar gambus. Kemudian, senar dipasang dengan cara mengikat ujungnya pada bagian pangkal-atas dan menariknya ke bagian ujung-bawah gambus.
Senar tersebut kemudian dipaku. Proses ini terus diulangi hingga semua senar terpasang. Untuk memudahkan pemain memetik senar gambus, sebuah tanduk kerbau digunakan sebagai penyendal atau lebih dikenal sebagai kuda-kuda gambus.
Setelah selesai meletakkan penyendal , pemain gambus dapat memainkannya. Memainkan gambus juga memerlukan cara dan tekniknya.
Pemain dapat menggunakan jari atau menggunakan pementing . Biasanya pemain lebih suka memetik gambus dengan menggunakan pementing karena mereka dapat memainkan alat musik tersebut dalam waktu yang agak lama.
SUMBER : http://riauberbagi.blogspot.co.id/2015/11/alat-musik-gambus-riau.html?m=1
0 komentar:
Posting Komentar